Ayahku Pendukungku
Memulai
tulisan ini sebenarnya aku sempat tergelitik karena judul yang mengingatkanku pada lirik sebuah lagu nasional yang sering dinyanyikan, hampir pada setiap upacara bendera di
sekolah, tepat hari Senin. Tidak serupa memang, tapi rasanya kalaupun ada
perbedaan takkan terlalu signifikan jika
akan menganalogi pada objek yang diceritakan. Ya, judul tulisan ini
mengingatkanku pada lirik lagu ‘Garuda
Pancasila’. Akulah Pendukungmu..
Aku sangat bersyukur dititipkan pada
seorang ayah yang sederhana/biasa saja tapi ia sering melakukan sesuatu yang luar biasa, di mataku.
Tidak berlebihan jika mengatakan ayahlah salah satu
sebab yang membuat aku sampai sekarang masih berusaha
istiqomah di jalan ini. Apalagi jika mengingat fase-fase awal kukenal
dakwah. Ayah akan jadi aktor utama jika aku boleh membuat film dengan judul
‘Sosok di Balik Perjalananku’. Betapa tidak, ia yang selalu setia
mengantarku mulai dari pergi mengaji, menghadiri dauroh, ta’lim fil
masjid, Jalasah Ruhiyah, hadir taujih, temu kader, sampai Direct
selling/marketing yang menjadi program andalan
pada saat gencar-gencarnya Pilkada/Pemilu. Padahal kutahu persis ayahku, ia anti partai apalagi yang
berasaskan islam. Tapi tak ada larangan
sama sekali darinya untukku tetap berada di sini sampai saat ini.
Kadang aku merindukan saat-saat ayah
menjemput sehabis pengajian, aku sering minta dijemput lebih awal padahal
agenda yang kuhadiri belum selesai. Alhasil, Ia harus bersabar menungguku lebih
lama. Bahkan pernah sampai kehujanan berteman motor tersayangnya, Meski begitu
jujur ia tak pernah kesal ataupun marah.
Yang selalu kuingat Ayah yang tidak pernah absen menghantar jemput setiap agenda di 3 tahun
pertama awal tarbiyahku. Yang lain mungkin beranggapan aku anak manja bahkan
tidak dewasa, tapi sesungguhnya aku hanya
ingin ayah kenal dan dekat dengan aktivitasku, itu saja. Karena ku yakin dengan
itu Ia akan makin percaya padaku dan akhirnya membuka lebar tangan untuk dakwah
dengan begitu ramah.
Ayahku memang bukan ustadz,
pendidikannya pun hanya sampai Sekolah Dasar tapi untuk anak-anaknya ia bagai
lebih dari master/praktisi pendidikan sekali pun. Jelas ia tak bisa berceramah,
mengajar ngaji, tapi lewat beliau lah sampai sekarang aku bisa banyak belajar
tentang keislaman dan pentingnya mempertahankan apalagi menyebarkan nilai-nilai
islam. Ia yang paling tampan di keluarga kami, selalu menjadi sosok penuh arti,
dalam segala aspek. Aku selalu belajar darinya. Enterprenuer? Tak perlu
ditanya, menjadi lekat selama perjalanan hidupnya. Jiddiyah dalam perjuangan
ma’isyahnya menggebu dan nomor satu.
Bukan terlalu melebih-lebihkan. Dia
ayahku, ayah untuk 4 saudara perempuanku, ayah kami ^^. Bangga berbirrul
walidain padamu, bangga memilikimu, bangga menjadi anakmu. Bahagia tak hingga
jika bisa selalu membuatmu bangga, melihat senyummu merekah, membersamaimu sepanjang kala..