Jumat, 10 Mei 2013


Ayahku Pendukungku
           
            Memulai tulisan ini sebenarnya aku sempat tergelitik karena judul yang  mengingatkanku  pada lirik sebuah lagu  nasional yang sering dinyanyikan,  hampir pada setiap upacara bendera di sekolah, tepat hari Senin. Tidak serupa memang, tapi rasanya kalaupun ada perbedaan  takkan terlalu signifikan jika akan menganalogi pada objek yang diceritakan. Ya, judul tulisan ini mengingatkanku  pada lirik lagu ‘Garuda Pancasila’. Akulah Pendukungmu..
            Aku sangat bersyukur dititipkan pada seorang ayah yang sederhana/biasa saja tapi ia sering  melakukan sesuatu yang luar biasa, di mataku. Tidak berlebihan jika mengatakan ayahlah  salah  satu  sebab yang membuat aku sampai sekarang  masih berusaha istiqomah di jalan ini. Apalagi jika mengingat fase-fase awal kukenal dakwah. Ayah akan jadi aktor utama jika aku boleh membuat film dengan judul ‘Sosok di Balik Perjalananku’. Betapa tidak, ia yang selalu setia mengantarku  mulai dari  pergi mengaji, menghadiri dauroh, ta’lim fil masjid, Jalasah Ruhiyah, hadir taujih, temu kader, sampai Direct selling/marketing yang menjadi program andalan  pada saat gencar-gencarnya Pilkada/Pemilu. Padahal kutahu  persis ayahku, ia anti partai apalagi yang berasaskan  islam. Tapi tak ada larangan sama sekali darinya untukku tetap berada di sini sampai saat ini.
            Kadang aku merindukan saat-saat ayah menjemput sehabis pengajian, aku sering minta dijemput lebih awal padahal agenda yang kuhadiri belum selesai. Alhasil, Ia harus bersabar menungguku lebih lama. Bahkan pernah sampai kehujanan berteman motor tersayangnya, Meski begitu jujur ia tak pernah  kesal ataupun marah. Yang selalu kuingat Ayah yang tidak pernah absen  menghantar jemput setiap agenda di 3 tahun pertama awal tarbiyahku. Yang lain mungkin beranggapan aku anak manja bahkan tidak dewasa, tapi sesungguhnya aku  hanya ingin ayah kenal dan dekat dengan aktivitasku, itu saja. Karena ku yakin dengan itu Ia akan makin percaya padaku dan akhirnya membuka lebar tangan untuk dakwah dengan begitu ramah.
            Ayahku memang bukan ustadz, pendidikannya pun hanya sampai Sekolah Dasar tapi untuk anak-anaknya ia bagai lebih dari master/praktisi pendidikan sekali pun. Jelas ia tak bisa berceramah, mengajar ngaji, tapi lewat beliau lah sampai sekarang aku bisa banyak belajar tentang keislaman dan pentingnya mempertahankan apalagi menyebarkan nilai-nilai islam. Ia yang paling tampan di keluarga kami, selalu menjadi sosok penuh arti, dalam segala aspek. Aku selalu belajar darinya. Enterprenuer? Tak perlu ditanya, menjadi lekat selama perjalanan hidupnya. Jiddiyah dalam perjuangan ma’isyahnya menggebu dan nomor satu.
            Bukan terlalu melebih-lebihkan. Dia ayahku, ayah untuk 4 saudara perempuanku, ayah kami ^^. Bangga berbirrul walidain padamu, bangga memilikimu, bangga menjadi anakmu. Bahagia tak hingga jika bisa selalu membuatmu bangga, melihat senyummu merekah, membersamaimu sepanjang kala..